Senin, 03 November 2008

Hatop Ma Ho Muli Boruku

Orang tua kita emang orang tua terbaik dalam hidup kita. Yang memberi kita segalanya dan bahkan menyekolahkan kita sampai ke cita-cita yang kita inginkan. Tapi untuk mewujudkan keinginan orang tua kita napa susah ya? Termasuk yang satu ini. Disaat kita suda beranjak dewas a dan sedang asiknya berkarir, kita diminta untuk menikah. Apalagi mengingat usia kita yang bertambah dan beranjak tua. Saya ndak tahu apakah temen2 mengalami yang kualamin ini ato tidak.
Saat kuliah dan karir sedang beranjak, orang tua meminta agar aku segera merrit. Saya akui ,sepanjang hidupku, saya tidak pernah menjalani yang namanya hubungan pacaran tetapi jatuh cinta saya pernah mengalaminya. Tapi sayangnya saya tidak apernah pacaran dengan orang yang saya cintai itu. Akhirnya saya hanya terfokus dengan kegiatan sekolah dan kuliah. Beranjak kuliah saya masih juga jomblo "single". Sempat juga ada teman-teman sekampus yang menyatakan perasaan sukanya pada saya. Tapi entah kenapa saya tidak menerimanya. Yang ada di otakku saat itu hanyalah menyelesaikan kuliah dan berkarir.
Hari-hari saya lalui buka hanya di sekolah dan kampus tetapi juga di gereja. Saya sangat aktif di kegiatan pemuda dan pemudi di GKPI Desa Teladan. Saya bergabung dengan para pemuda pemudi gereja. Yah tentu aja diantara mereka pernah menembak saya,tapi tetap juga saya tidak menerimanya. Saya tidak atau apa yang salah dari saya tetapi itulah keadaan yang membuat saya tidak berfikiran pacaran. Apalagi saya itu adalah anak pertama. Dalam keluarga Batak saya itu Boru Panggoaran ni Omak dohot Bapak. Dan saya ingin sekali menjadi teladan bagi adik-adikku. Dan itulah yang selalu terlintas dalam benak saya. Saya akan pacaran kalo saya sudah tamat kuliah.

Nah saat tamat dari kuliah, saya langsung kerja di Jerman. Kehidupan di luar negeri telah membuat diri saya lupa dengan usia saya. Sampai suatu saat Mamak dan Bapak menyadarkan aku kata mereka : "Inang boru unang ho lupa da, unang alani kuliah dohot karejo mi ho gabe lupa dohot masa depanmu. Ingot nunga sadia usiam. Da boruku" Itu kata mereka. Akhirnya sejak itu saya tersadarkan untuk mencari pacar ato Teman Hidup "TH".

Apalagi keinginan mereka itu kalo bisa saya itu menikah denga Halak Batak ,,,duh gimana cari orang batak di tempat Hitler ini? Orang batak yang ada di Indonesia aja belum tentu bisa pas dengan hati dan pilihan kita,apalagi didaerah sini. Gak mungkin. Kalo saya cari bule, apakah mereka mau masuk kedalam budaya dan kultur Batak? Apakah gampang menyatukan 2 kebudayaan yang berbeda?

Bagaimana dengan pengalaman saudara? Apakah sama dengan saya ini? yah kritik ,saran dan komentar sangat diharapkan.


Butima sian au. Horas ma di hita

KONSEP WIPO: SKENARIO GLOBAL UNTUK MEMECAH INDONESIA?

Ribuan artefak budaya Indonesia telah dicuri oleh pihak asing,
seperti: Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, Ukiran
Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang
Sayange, dan lain sebagainya. Fenomena ini tidak hanya terjadi di
Indonesia, ia juga terdapat di banyak Negara berkembang lainnya. Untuk
itu, WIPO (World Intellectual Property Organization) , lembaga
Intellectual Property internasional, mengusulkan sebuah alternatif
penyelesaian. Usulan ini dimuat dalam "Revised Draft Provisions For
The Protections Of Traditional Cultural Expressions/ Expressions Of
Folklore".

Inti dari usul tersebut adalah menyerahkan kepemilikan atas ekspresi
budaya tradisional kepada Kustodian atau komunitas. Ini dapat dilihat
pada pasal 2 dan pasal 4 pada draft tersebut. Ekspresi budaya
tradisional "X" yang dipelihara dan dikembangkan oleh komunitas "Y"
akan menjadi milik komunitas "Y". Misalnya komunitas batik dari
Surakarta yang memelihara dan mengembangkan desain parang maka motif
tersebut akan menjadi milik komunitas tersebut.

Namun dari hasil kajian yang dilakukan oleh Indonesian Archipelago
Culture Initiatives atau IACI (www.budaya- indonesia. org), konsep ini
membawa ancaman terhadap integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang pertama adalah masalah horizontal. Ia akan memicu konflik antar
wilayah maupun antar komunitas dalam satu daerah. Orang Sunda tidak
dapat berkreasi secara bebas mengembangkan Batik Jawa. Orang Jawa
harus meminta lisensi ke orang Batak untuk dapat mengembangkan ulos.
Orang Papua tidak merasa memiliki songket dari Palembang, demikian
seterusnya. Lalu dimanakah posisi persatuan dan kesatuan Indonesia?

Selain mengikis rasa persatuan, konsep ini juga berpotensi konflik
antar wilayah. Ada banyak artefak budaya Indonesia yang terdapat di
lebih dari satu wilayah atau suku tertentu. Misalnya, ada sebuah motif
ukiran tertentu terdapat di dua wilayah atau suku yang berbeda. Lalu
komunitas yang mana berhak untuk memilikinya? Akibatnya akan terjadi
konflik antar wilayah atau antar suku. Pemekaran wilayah, yang hanya
melibatkan dimensi pembagian administrasi pemeritahan saja, terbukti
dapat menyebabkan jatuhnya korban. Apalagi jika ditambah dengan
persoalan pembagian budaya tradisi. Setiap wilayah atau suku akan
bertempur untuk mempertahankan warisan nenek moyaknya, yang merupakan
"harga diri" komunitasnya.

Konflik yang mungkin muncul tidak hanya terjadi antar komunitas. Ia
juga bisa terjadi di dalam komunitas itu sendiri. Dari sekian banyak
komunitas Angklung di Bandung misalnya, siapakah yang berhak memiliki
angklung? Siapa yang berhak memberikan izin lisensi angklung ke pihak
lain, pimpinan komunitas tersebut atau rapat anggota? Posisi pimpinan
komunitas budaya, yang pada awalnya hanya memperhatikan faktor
kebijaksanaan semata, menjadi terpolitisir (akibat adanya faktor
kekuasaan dan ekonomi di dalamnya). Konsep ini beresiko melahirkan
konflik dan perpecahan pada komunitas-komunitas budaya di Indonesia.

Yang kedua adalah masalah vertikal. Konsep yang dibuat oleh WIPO akan
mempermudah upaya eksploitasi budaya Indonesia oleh pihak asing.
Sebuah perusahaan desain kaliber internasional hanya perlu datang
membeli lisensi ke sebuah komunitas budaya lokal tertentu. Negosiasi
tersebut tentu saja tidak seimbang. Adidas mungkin hanya perlu
mengeluarkan beberapa juta rupiah untuk membeli sebuah desain batik
tertentu, lalu mengkomodifikasi sedemikian rupa dan mendapatkan
miliaran dolar dari desain tersebut.

Jika terjadi sengketa sengketa hukum, kemampuan untuk melakukan
pembelaan tentu saja tidak akan seimbang. Apakah semua komunitas
budaya di Indonesia mampu membayar pengacara untuk menuntut sebuah
perusahaan raksasa asing dalam pengadilan di luar negeri? Selain
semakin mudah untuk dieksploitasi, kemampuan kita untuk melakukan
pembelaan juga semakin melemah.

Dari ulasan di atas, kita dapat melihat bahwa konsep yang diusulkan
oleh WIPO berpotensi untuk mengancam integritas Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ia memicu konflik antar warga Negara Indonesia.
Selain itu, ia akan mempercepat proses eksploitasi budaya Indonesia
oleh pihak asing. Untuk itu kita perlu waspada. Apakah konsep yang
dibawa oleh WIPO merupakan bagian dari skenario global untuk memecah
Indonesia?

Untuk melindungi budaya Indonesia, kita membutuhkan sebuah terobosan
baru. Hal ini dapat kita teladani dari kisah perjuangan Djuanda
Kartawidjaja di Zona Ekonomi Esklusif (ZEE). Indonesia harus berani
melawan dan membuat sebuah terobosan baru. Inspirasi inilah yang
melatarbelakangi lahirnya konsep Nusantara Cultural Heritage State
License atau disingkat NCHSL (http://budaya- indonesia. org/iaci/ NCHSL),
sebagai sebuah alternatif konsep perlindungan budaya Indonesia yang
diinisiasi oleh Indonesian Archipelago Culture Initiatives.

Kita harus waspada terhadap konsep yang diusulkan oleh pihak asing.
Bisa jadi, ia merupakan sebuah skenario global untuk menghancurkan
Indonesia. Jangan sampai pemerintah dan DPR meratifikasi konsep yang
dibawa oleh WIPO tersebut. Kita harus mencegahnya.

Namun selain itu, kita membutuhkan sebuah alternatif solusi. Indonesia
harus mampu menjadi teladan dalam upaya perlindungan hukum terhadap
ekspresi budaya tradisional. Untuk itu, saya mengajak rekan-rekan
sebangsa dan setanah air untuk bersama-sama menyempurnakan dan
memperjuangkan konsep NCHSL. Rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang
memiliki kepedulian (baik bantuan ide, tenaga maupun donasi) dapat
menggubungi IACI di email: office@budaya- indonesia. org

Mari kita bersama-sama bersatu dan menjadi bagian dari upaya
pelestarian budaya Indonesia.

Sabtu, 01 November 2008

Makkuling Do Mudar I

Kata Makkuling Do Mudar I yang artinya berbicaranya darah itu. Apakah saudara pernah merasakan yang pernah saya alami ini. Semenjak saya di Jerman ini, perasaan dan keterikatan bathin saya dengan keluarga sangat tajam. Biasanya saya jarang sekali merasakannya. Tapi sejak disini, saya sangat peka.

Dua hari yang lalu saya tidak bisa tidur,pikiran saya selalu ke keluarga saya. Tapi hanya berharap dan berdoa agar seluruh keluarga saya selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindunganNya. Tapi tetap saja saya tidak bisa tidur. Tanpa tanya dan menimbang lagi, saya langsung nelpon keluarga di Medan. Awalnya mamak bilang kalo semua sehat2 aja, saya selalu menanyakan keadaan mereka karena saya merasakan kalau ada sesuatu yang terjadi dan akhirnya mereka jujur dan mengatakan kalau mereka dua hari yang lalu sakit. Dan ditambah lagi masalah keluarga.

Setelah kejadian itu, kemarin saya juga merasakannya. Perasaan saya tidak tenang dan bukan hanya itu , saya tetap memikirkan keadaan mamak dan bapak. Nah, esoknya saya langsung nelpon ke Medan. Yang mengangakat adalah ito ku Vram Honter. Aku nanya bagaimana keadaan mamak dan bapak. Dia bilang kalau mamak sehat-sehat aja dan saat itu mamak lagi tidur. yah aku seneng aja denger kalo maak sehat. Tapi ada yang gak beres, biasanya kalo aku nelpon, mamak dan bapak pasti langsung heppot mau ngomong ama aku. Adekku bilang kalo bapak lagi makan. Yah aku berpikir positip aja. Aku merasa janggal aja.Ntah napa aku pengen ngomong ama adekku si Tiur. Trus aku bilang ama dia, kalo aku sebenarnya mau nelpon karena aku mau ngomong ama mamak aja. Mendengar itu adikku langsung bilang begini; kak, ya uda, kakak telpon aja mamak dan bapak ke Handy.Kakak akan tau sendiri.
Emangnya mami lagi di mana dek? Bukannya mamak lagi tidur? (tanyaku). Kak, lakukan apa yg kubilang, telpon aja mamk dan bapak ke Hp mereka. Nah, tanpa pikir panjang, saya langsung nelpon mamak dan bapak. Aku langsung terkejut, senang dan bercampur aduk. Handynya yang mengangkat adalah mamak. "Mak, gimana kabar mamak? Bukannya mamak tadi tidur, soalnya kata honter mamak tidur. (itu kataku). Mamak langsung tertawa; "Inang, mamak sekarang di rumah sakit.Tapi mamak uda sehat kok, besok bisa pulang ke rumah. Tentu aja aku terkejut dengar penuturan mamak. Mak , kok adek-adek membohongi aku?, kenapa mak?(tanyaku )
Itu mamak yang suruh; "Jangan kasih tau kak Mardiana dan kak Ida kalo mamak di rumah sakit. Mamak gak mau jadi bahan pikiran kalian. Itu penuturan mamak

Langsung aja aku bilang begini; "Omak, dang boi di tabunihon hamu sian au.Songon dia pe Makkuling do MudarI. Jadi unang marbuni-buni hanima sian au da.Songon dia pe huboto do annon" (artinya Mamakku, bagimanapun gak bisa kalian sembunyikan dari aku. Bagaimanapun berbicaranya darah kita itu. Jadi jangan pernah kalian sembunyikan sesuatu dari aku. Bagaimanapun juga psti aku tau nantinya.)

Yah Puji Tuhan Yesus, mamakku tersayang sudah sembuh dan sehat.


Jadi kepada para pembaca Blogku ini, kalau anda pernah merasakan seperti yang saya alami ini, jangan pernah menunda untuk menanyakan keadaan keluarga kita. Lakukan sekarang dan jangan sempat ada kata penyesalan di lain hari. Bagaimanapun juga Makkuling Do Mudar I.


Butima. Horas ma di hita sasude.